Berdiri: 1930
Alamat: Main Stadium Gelora Bung Karno Gate X-XI Senayan Indonesia
Telepon: +62 21 570 4762
Faksimile: +62 21 573 4386
Surat Elektronik: pssi@pssi-football.com
Laman Resmi: http://www.pssi-football.com/
Ketua: Djohar Arifin Husein
Direktur: Farid Rahman
Stadion: Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta
Sejarah Singkat
Indonesia, Macan Asia Yang Tertidur
Pernah disegani di kawasan Asia, kini sepakbola Indonesia tertidur pulas.
Oleh Agung Harsya
Seiring semangat kebangsaan yang tercetus dasawarsa 1920-an, Ir. Soeratin Sosrosoegondo mendirikan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk mewadahi kegiatan sepakbola di nusantara sekaligus menjadi salah satu alat perjuangan bangsa. Tanpa inisiatif tersebut, sepakbola Indonesia tidak pernah dikenal di zaman kolonialisasi karena terkotak-kotak ke dalam berbagai bond sepakbola lokal.
PSSI mulai dikhawatirkan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sebagai bentuk upaya menandingi kekuatan PSSI, didirikan Nederlandsh Indische Voetbal Unie (NIVU) pada 1936. Menjelang Piala Dunia Prancis 1938, dibuatlah perjanjian antara kedua pihak untuk mengirim tim perwakilan. Namun, karena tidak menghendaki bendera yang dipakai tim, Soeratin membatalkan secara sepihak perjanjian tersebut. NIVU tetap mengirimkan tim ke Prancis dengan bendera Hindia Belanda. Tim tersebut adalah perwakilan Asia pertama sepanjang sejarah Piala Dunia.
Jejak Indonesia sebagai salah satu tim yang disegani di kawasan Asia pun dimulai.
Sepakbola Indonesia memasuki periode keemasan disertai dengan sederetan pemain legendaris Merah-Putih lahir pasca-kemerdekaan, seperti antara lain Ramang, Maulwi Saelan, Suardi Arland, dan Tan Liong Houw. Pada periode yang sama, Indonesia dilatih pelatih legendaris asal Yugoslavia, Tony Pogacnik.
Nama Indonesia mulai diperhitungkan di kawasan Asia. Merah-Putih sukses menembus semi-final Asian Games Manila 1954, namun kalah 4-2 dari Taiwan. Pada partai perebutan medali perunggu, Indonesia dikalahkan Burma (sekarang Myanmar) 3-2.
Pada Olimpiade Melbourne 1956, Indonesia juga mengirimkan tim sepakbola. Di babak perempat-final, Indonesia langsung menghadapi favorit juara Uni Soviet. Setelah sempat menahan imbang 0-0, Indonesia takluk 4-0 pada partai ulangan hari berikutnya. Prestasi ini kemudian selalu disebut-sebut sebagai sejarah tertinggi sepakbola Indonesia.
Di kancah Asian Games dua tahun berikutnya di Tokyo, Indonesia kembali gugur di babak semi-final dari lawan yang sama. Kali ini Taiwan lolos ke final setelah memenangkan pertarungan 1-0. Namun, Indonesia sukses membungkus medali perunggu dengan melibas India 4-1.
Kesempatan terbaik untuk meraih medali emas muncul empat tahun kemudian ketika Asian Games digelar di Jakarta. Persiapan dilakukan dengan menyiapkan dua timnas -- satu terdiri dari pemain senior dan satu lagi dari para pemain muda. Sayangnya, ketika semangat mulai terbangun, timnas dihantam Skandal Senayan. Beberapa pemain diduga tersangkut penyuapan oleh bandar judi. Kekuatan Indonesia berkurang dan cabang sepakbola gagal total saat berlaga.
Indonesia sebenarnya juga berpeluang menembus kualifikasi Piala Dunia 1962. Setelah melewati hadangan Cina, Indonesia harus melewati Israel -- lawan yang sedang diboikot negara-negara Arab, termasuk Indonesia. Masalah politik terpaksa membendung ambisi masyarakat menyaksikan bendera Indonesia berkibar di Piala Dunia.
Hegemoni sepakbola Indonesia mulai beralih ke kawasan Asia Tenggara. Sebelum berpartisipasi dalam SEA Games 1977, Indonesia kerap berlaga di turnamen antarnegara, seperti Merdeka Games Malaysia, Piala Raja Thailand, Piala Aga Khan Bangladesh, atau President Cup Korea Selatan.
Setelah turun di pesta sepakbola Asia Tenggara itu, Indonesia harus menunggu sepuluh tahun sebelum meraih medali emas. Gol tunggal Ribut Waidi ke gawang Malaysia pada babak pertama di Senayan mengukuhkan nama Indonesia sebagai raja Asia Tenggara.
Setahun sebelumnya, Indonesia mengukir kejutan di Asian Games Seoul. Di bawah asuhan pelatih Bertje Matulapelwa, Indonesia meraih tempat keempat. Prestasi yang cukup menggembirakan itu ditambah ketika Sinyo Aliandoe mampu membawa Indonesia selangkah lebih dekat ke Piala Dunia 1986. Namun, Merah-Putih kalah tangguh dibandingkan Korea Selatan -- yang akhirnya lolos ke Meksiko.
Prestasi Indonesia mulai menukik. Usai Ferril Hattu mengapteni tim memenangi medali emas SEA Games 1991, tidak ada lagi prestasi tinggi yang diraih Merah-Putih.
Terutama ketika mulai 1999, SEA Games diikuti tim U-23. Untuk tim senior Asia Tenggara, Piala AFF -- atau dulu dikenal Piala Tigers -- menjadi ajang prestise tertinggi. Prestasi Indonesia mentok di posisi runner-up. Catatan tersebut diraih tiga kali penyelenggaraan beruntun -- 2000, 2002, dan 2004. Tidak hanya posisi nomor dua, Indonesia menuai hujatan setelah pada Piala Tigers 1998 sengaja mengalah 3-2 ketika melawan Thailand. Pertandingan itu ditandai dengan gol yang disengaja Mursyid Effendi ke gawang sendiri.
Indonesia hanya mampu mencetak kejutan-kejutan yang hanya dapat dianggap sebagai prestasi minor belaka. Empat kali berturut-turut berlaga di Piala Asia, Indonesia hampir selalu menghadirkan kejutan.
Di Uni Emirat Arab 1996, Widodo Cahyono Putro mencetak gol spektakuler yang kemudian dinobatkan sebagai gol terbaik Asia tahun yang sama. Setelah melempem di Libanon 2000, Indonesia sukses membukukan kemenangan pertama di kancah pesta sepakbola tertinggi Benua Kuning itu. Qatar ditekuk 2-1, sekaligus membuat pelatih Philippe Troussier dipecat. Pada edisi terakhir di kandang sendiri, 2007, Indonesia sempat menang 2-1 atas Bahrain. Kalah di dua pertandingan selanjutnya atas Arab Saudi dan Korea Selatan, tapi seperti dimaafkan berkat penampilan yang penuh semangat.
Animo masyarakat pun melonjak tinggi. Prestasi boleh minim, timnas tetap dicintai. Apapun, catatan tersebut tak lantas menghilangkan seretnya prestasi sepakbola Indonesia. Sudah 17 tahun lebih Indonesia tak lagi meraih gelar bergengsi. Terakhir di Piala AFF 2008, Indonesia kalah tangguh dari Thailand di babak semi-final.
Macan yang dulu mengaum lantang di Asia itu kini sedang tertidur pulas...
Catatan Prestasi :
Piala Dunia:
1930-1934: Tidak Berpartisipasi
1938: Putaran 1 - sebagai Hindia Belanda
1950: Mengundurkan Diri
1954: Tidak Berpartisipasi
1958: Mengundurkan Diri
1962: Mengundurkan Diri
1966-1970: Tidak Berpartisipasi
1974-2010: Gagal Lolos
2014: ?
Olimpiade:
(U-23 sejak 1992)
1900-1952: Tidak Berpartisipasi
1956: Perempat-Final
1960-1972: Tidak Berpartisipasi
1976-1988: Gagal Lolos
Asian Games:
(U-23 sejak 2002)
1951: Perempat-Final
1954: Peringkat 4
1958: Medali Perunggu (Peringkat 3)
1962: Babak Grup
1966: Perempat-Final
1970: Peringkat 5
1974: Tidak Berpartisipasi
1978: Tidak Berpartisipasi
1982: Tidak Berpartisipasi
1986: Peringkat 4
1990: Tidak Berpartisipasi
1994: Tidak Berpartisipasi
1998: Tidak Berpartisipasi
Asian Cup / Piala Asia:
1956-1964: Tidak Berpartisipasi
1968-1992: Gagal Lolos
1996: Babak Grup
2000: Babak Grup
2004: Babak Grup
2007: Babak Grup
2011: Gagal Lolos
ASEAN Football Federation Championship / AFF Cup:
1996-2004 dikenal sebagai Piala Tiger (Tiger Cup)
2007 dikenal sebagai ASEAN Football Championship
Sejak 2008 dikenal sebagai Piala AFF (AFF Suzuki Cup)
1996: Peringkat 4
1998: Peringkat 3
2000: Runner-Up
2002: Runner-Up
2004: Runner-Up
2007: Babak Grup
2008: Semi-Final
2010: Runner-Up
South East Asian Games / SEA Games:
(U-23 sejak 2001)
1977: Semi-Final
1979: Medali Perak (Runner-Up)
1981: Medali Perunggu (Peringkat 3)
1983: Putaran 1
1985: Semi-Final
1987: Medali Emas (Juara)
1989: Peringkat 3
1991: Medali Emas (Juara)
1993: Semi-Final
1995: Putaran 1
1997: Medali Perak (Runner-Up)
1999: Medali Perunggu (Peringkat 3)
Piala Kemerdekaan Indonesia:
1985: Babak Grup
1986: Babak Grup
1987: Juara
1988: Runner-Up
1990: Peringkat 3
1992: Runner-Up
1994: Babak Grup
2000: Juara
2008: Juara
No comments:
Write comments